Jual Beli dan Qiradl
Pengertian Jual Beli (Bai’)
Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatau dengan sesuatu. Jual beli menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata cara yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Yang dimaksud kata “harta” adalah terdiri dari dua macam, Pertama; harta yang berupa barang, misalnya buku, rumah, mobil, dll. Kedua harta yang berupa manfaat (jasa), misalnya pulsa telephone, pulsa listrik dll.
Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (akid) adalah
a) Baligh
b) Berakal
c) Ruṣdu (memiliki kemampuan untuk bisa melaksanakan urusan agama dan mengelola keuangan dengan baik)
d) Suka sama suka, yakni atas kehendak sendiri, tanpa ada paksaan dari orang lain :
Rasulullah Saw. bersabda:
“Nabi Muhammad Saw. bersabda sesungguhnya jual beli itu sah, apabila dilakukan
atas dasar suka sama suka” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majjah)
Syarat Barang yang diperjualbelikan atau Objek jual beli (Ma’qud alaih)
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Dalam kekuasaaan penjual dan pembeli
d) Dapat diserah terimakan
e) Barangnya, kadar dan sifat harus diketahui oleh penjual dan pembeli
Pengertian Qiraḍ
Qiraḍ adalah penyerahan harta dari Shahib al mal (pemilik dana) kepada pengelola dana, sebagai modal usaha. Keuntungan nya di bagi sesuai dengan nisbah (perbandingan laba rugi) yang disepakati.
Qiraḍ dalam perbankan Syari’ah sering disebut dengan istilah muḍarabah, yakni bentuk pinjaman modal tanpa bunga dengan perjanjian bagi hasil. Modal 100% dari pemilik dana/ Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dan pengelola usahanya adalah nasabah (Peminjam).
Dari penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan, bahwa Qiraḍ/ Muḍarabah adalah : Usaha Bersama antara pemilik modal (Perseorangan atau LKS : BMT, BPR Syari’ah, dll) dengan orang yang menjalankan usaha dengan system bagi hasil, dengan syarat-syarat tertentu.
Hukum Qiraḍ
Hukum Qiraḍ /Muḍarabah adalah boleh atau dibolehkan. Qiraḍ mengandung unsur saling tolong menolong, antara pemilik modal (Perseorangan / LKS ) dengan pelaku usaha yang membutuhkan dana atau modal.
Dalam Hadis Nabi riwayat Imam Ṭabrani :
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai Muḍarabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak melewati lautan dan menuruni lembah, dan tidak membeli hewan ternak, Jika persyaratan itu di langgar, Ia (mudharib) harus menaggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu di dengar Rasulullah Saw., beliau membolehkannya” (HR. Ṭabrani)
Rukun dan Syarat Qiraḍ
a. Rukun Qiraḍ ada enam, seperti yang di sebutkan dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri, juz 2, hlm. 22
Rukun Qiraḍ ada 6 :
1). Malik / Pemilik modal 2). Amil / Pengelola
3). Mal / Modal / dana 4). ‘Amal / usaha
5). Ribh / Laba / Keuntungan
6). Ṣigat ijab kabul / ucapan serah terima (akad)
Syarat Qiraḍ
1). Pemilik dan pengelola modal sudah dewasa dan sehat akal dan ada kerelaan (tidak boleh ada paksaan ). Pengelola modal tidak boleh menyalahi hukum
2). Modal harus di ketahui jumlah dan jenisnya.
3). Kegiatan usaha pengelola dana (nasabah) tidak ada campur tangan pemilik dana tapi berhak melakukan pengawasan.
4). Pembagian keuntungan harus dinyatakan di awal dan di catat dalam perjanjian (akad)
5). Akad Ijab kabul harus dinyatakan oleh kedua pihak untuk menunjukan tujuan kerjasama, dan sebaiknya tertulis